Antara Jin, Iblis dan Syaithan


Secara bahasa (etimologi) “Jin” berasal dari bahasa Arab yg mengandung pengertian “tertutup”. Karenanya oleh orang Arab jahiliyah malaikatpun dikategorikan sebagai Jin, dikarenakan ia tidak tampak oleh mata.
Imam as Suhaili juga membenarkan pengelompokan Malaikat ke dalam golongan Jin. hal ini dapat kita lihat di dalam bukunya yg berjudul An Nataij. Sedangkan menurut Al Jauhari di dalam kitabnya As Shihah pimpinan para Jin itu disebut Al Jan.
Sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an bahwa Jin itu ada yang beriman dan beramal shalih serta ada pula yang suka berbuat maksiat (ahli maksiat). Jin yang dinamakan Syaithan adalah pembantu-pembantu Iblis yang telah terkenal bahwa ia adalah mahluk yang pertama kali berani melanggar perintah Allah SWT. Maka tepat sekali dengan arti bahasanya yaitu dari kata “Syatnu ‘Anhu” yang artinya jauh dari sesuatu. maka jika dihubungkan dengan perintah Allah, syaithan adalah jauh dari Yang Maha Kuasa.
Adapun Iblis, menurut bahasa berasal dari kata “Ablasa” yg berarti terputus dari Rahmat Tuhan.
Penulis Kitab “Gharaib Wa ‘Ajaibul Jin” berpendapat bahwa ungkapan tersebut menunjukkan bahwa Iblis itu nama aslinya bukanlah Iblis. Ia disebut Iblis setanlah mendapat laknat dari Allah SWT. Menurut Hadits yg diriwayatkan oleh Ibnu Abi Dunya dan yg lainnya, bahwa nama Iblis pada waktu masih bersama para Malaikat adalah ‘Azazil’. jadi dia termasuk dalam golongan malaikat yg bersayap empat, namun ia terkena laknat karena tak mau tunduk kepada perintah Allah SWT.
Dalam riwayat Abil Mustana maupun Ibnu Abbas ra, bahwa sat iblis menentang perintah Allahlah ia terlaknat dan menjadi syaithan. Nama iblis/Syaithan sebelum terlaknat menurut riwayat Abil Mustana adalah ‘Nail’
Sedangkan dilain riwayat, yakni yang disampaikan oleh Abu Umar bin Abdul Barr pernah menjelaskan bahwa Jin memiliki tingkatan-tingkatan sebagai berikut:
1. jin yang tidak menggangu manusia disebut Jiny.
2. Jin yg menetap bersama-sama manusia, hingga manusia itu tampak tidak waras, dinamai ‘Amir.
3. Jin yang suka mengganggu anak-anak kecil dinamai ‘Arwah’.
4. Jika jin itu terlalu nakalnya dalam artian tidak sekedar menakut-nakuti secara ringan saja, disebut dengan ‘Syaithan’ dan lenih lagi dari itu disebut ‘Maridun’. Adapun yang paling nakal disebut ‘Ifrit’
Diciptakannya Jin Pertama kali
Karena Jin termasuk mahluk halus, maka masalah penciptaannya hanya dapat diketahui melalui dalil/dasar yang telah kita yakini bersama, yakni Al-Qur’an dan Al-Hadits. Dalil-dalil dalam riwayat diantaranya adalah:
Pertama , diriwayatkan dari Al ‘A’masy Bukair bin Al Akhnas dari Abdur Rahman bin Shabith Al Quraysi dari Abdullah bin Amru bin Al Ash Ra. bahwa: “Allah ta’ala menciptakan anak cucu jin itu 2000 tahun sebelum menjadikan Adam.”
Kedua, diberitakan oleh Jiwaifir dari Abdi Dlohak dari Ibnu Abbas ra. ia berkata: “ Jin itu penduduk Bumi dan yang membangun dan meramaikannya, sedangkan Malaikat adalah penduduk langit dan yang meramaikannya dengan tasbih, shalat dan do’a. tiap-tiap penduduk langit yang berada di atas ibadahnya lebih banyak dari penduduk langit yang berada di bawahnya.”
Mengenai ‘meramaikan Bumi’ oleh jin ini sebagian Ulama mengatakan selama 20 tahun, namun sebagian yang lain ada yang mengatakan 40 tahun.
Riwayat ketiga adalah perkataan Ishak: Abu Rauf berkata dari Ikrimah dari ibnu abbas ra: “Allah SWT menciptakan pemimpin Jin yang dibuat dari nyala api. Kemudian Allah SWT berkata kepada jin yang baru diciptakan itu: “Mintalah sesuka hatimu!” Maka jinpun dengan senang meminta kepada Allah SWT:
Aku memohon agar aku dapat melihat, tapi aku sendiri tidak terlihat. Aku juga memohon agar aku dapat masuk ke dalam Bumi. Dan yang terakhir aku mohon agar orang-orang tua dari golongan kami dapat menjadi muda lagi sebelum mati.
Dalam riwayat lain yang disampaikan oleh Juwaibir dan Usman bahwa sebelum Adam diciptakan Allah SWT sebenarnya telah menciptakan Jin yang disuruh memelihara Bumi, namun para jin ini membuat kerusakan dan manumpahkan darah (saling membunuh) diantara sesamanya.
Kemudian datang seorang malaikat yang bernama Yusuf untnk memberikan peringatan, namun ia justeru malah dibunuh oleh para jin itu. Lalu Allah SWT mengirim bala tentanra dari langit yang terdiri dari para malaikat (di riwayat lain disebutkan bala tentara itu juga terdiri dari para jin yang dipimpin oleh seorang Iblis) Jumlah mereka sebanyak 4.000. Mereka membinasakan semua jin-jin yang ada di Bumi.
Yang belum mati diusir dari daratan dan berdiam di laut-laut. Sedangkan Iblis beserta kawan-kawannya lalu berdiam di Bumi menjadi penghuni untuk yang kedua.
Menurut Habieb bin abi Tsabir, Iblis dan rombongannya itu mendiami Bumi 40 tahun sebelum Adam diciptakan oleh Allah SWT.
Perbandingan Jumlah Jin dan Mahluk Lain

Mengenai asal mula pembangkangan Iblis terhadap perintah Allah untuk sujud kepada Adam, terdapat suatu riwayat dari Haris Al Audy dari Mujahid. Diceritakan bahwa Iblis berkata: “Kerajaan langit pertama dan kerajaan Bumi di tangan saya (Iblis).
Namun telah termaktub dalam ‘Lauh Mahfuz’ bahwa Allah Ta’ala akan menjadikan Khalifah (pengatur) di Bumi. Iblis membaca tulisan tersebut, sedangkan Malaikat tidak mengetahuinya.
Ketika Allah SWT menjelaskan permasalahan Adam, Iblis memberi tahu kepada malaikat bahwa Adam itulah yang akan dijadikan khalifah dimana para malaikat akan bersujud kepadanya. Iblis juga menceritakan kepada malaikat bahwa Allah SWT akan menjadikan khalifah yang banyak mengalirkan darah saudaranya (karena banyak melakukan pembunuhan), dan Allah SWT juga akan menyuruh malaikat untuk bersujud kepada khalifah itu.
Karena itu ketika Allah SWT berfirman:
“Sesungguhnya Aku hendak menjadikan khalifah di muka Bumi.” (QS.2:30)
Malaikat ingat dengan apa yang dikatakan oleh Iblis, maka mereka bertanya kepada Allah SWT:
“Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di Bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya?” (QS.2:30)
Pertanyaan Malikat itu dijawab oleh Allah Ta’ala bahwa para Malaikat tidak mengetahui rahasia Allah. Maka para Malaikat lalu beristighfar memohon ampun kepada Allah SWT.
Apalagi saat Allah SWT menunjukkan kepada para malaikat kelebihan dan kepandaian yang dimiliki oleh Adam berada di atas mereka. Mereka (para Malaikat) mengucap:
“Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami.” (QS.2: 32)
Imam Zamahsari dalam kitabnya yang berjudul “ Rabi’ul Abrar’ menuliskan bahwa Allah SWT menjadikan empat kelompok mahluk yang bernyawa (hidup).
Adapun perbandingan mereka dengan mahluk bernyawa lainnya adalah:
-Malaikat 900:1000
-Syaithan 90:1000
-Jin 9:1000
-Manusia 1:1000
Atau dengan kata lain bahwa perbandingan Malaikat, Syaithan, Jin dan Manusia adalah 90% (Malaikat), 9% (Syaithan), 0,9% (Jin), 0,1% (Manusia).
Nah, jika pada bagian terdahulu kita ketahui bahwa Syaithan itu adalah Jin yang tidak baik, maka dapat diketahui bahwa jumlah jin yang baik itu lebih sedikit dibanding Jin yang Jahat (Syaithan) yakni 1 berbanding 10. 
Bahan Penciptaan Jin
JIKA kita melihat sebuah bangunan yang megah, kita mungkin kadang lupa bahwa bangunan itu dibuat dari bahan tanah. Mengapa begitu? Bukankah bata, pasir, kapur, dan besi-besi yang menjadi kerangkanya itu sebenarnya berasal dari tanah.
Membahas tentang bahan materi yang menjadi Jin tentu bukanlah hal yang mudah. Apalagi yang menciptakannya adala Allah SWT yang maha kuasa dahn sempurna. Oleh karena itu untuk mengetahuinya kita hanya bisa menafsirkan apa yang termaktub dalam dalil-dalil naqli. Namun meskipun dalil-dalil tersebut bersifat pasti, karena akal manusia yang memahaminya beraneka macam, maka beraneka macam pula tafsirannya. Sebab itu tak heran jika lalu banyak pendapat yang berkembang.
Dalam Surat Al Hijir ayat 27 disebutkan:
“Kami telah menciptakan jin sebelum (Adam) dari api yang sangat panas.”
Sebagian besar ulama meyakini bahwa jin diciptakan oleh Allah dari api berdasarkan yang termaktub dalam ayat tersebut. Namun yang kadang menjadi pertanyaan adalah beberapa kejadian yang kesannya betentangan dengan ayat tersebut. Misalnya dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Jin itu dapat terbakar oleh nyala api yang lebih besar (syuhub). “Mungkinkah api membakar api?”
Untuk memberikan jawaban atas pertanyaan itu Qadli Abdul Jabbar mengatakan bahwa Allah menciptakan Syaithan dan Jin dari nyala api bukan arti Syaithan dan Jin itu adalah api, sebagaimana Manusia diciptakan dari tanah liat tentu manusia tidak berbentuk tanah liat itu sendiri.
Pendapat dilandasi oleh sebuah hadits nabi:
“Pada suatu saat aku (Nabi) melakukan shalat, kemudian ada Syaithan yang menampakkan dirinya kepadaku, Syaitan itu lalu kucekik lehernya sehingga tangangku tersentuh air liurnya yang dingin Andaikan aku tak ingat do’a Nabi Sulaiman: ‘Ya Tuhanku, ampunilah aku dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki oleh seorang juapun sesudahku.” (QS Shad:35). Aku bunuh Syaithan itu hingga kalian dapat melihatnya sebelumnya.”
Nah, jika Jin itu berbentuk nyala api tentu Rasulullah tak akan menyebut “kucekik lehernya”.
Abdul Jabbar juga mengemukakan hadits:
“Andai kata aku tak ingat do’a Nabi Sulaiman (saudaraku), maka pasti akan kubiarkan Jin itu terikat sampai orang banyak melihatnya.”
Ada dua ucapan Nabi Muhammad SAW yang lain yang menguatkan pendapat bahwa jin tidak tetap pada sifat keapiannya, yaitu:
Pertama Nabi Saaw bersabda: “Sesungguhnya Iblis musuh Allah Ta’ala itu datang dengan membawa obor dari api yang ia letakkan di depannya.”
Kedua dalam hadits lain disebutkan: “Pada waktu aku diisrokan, kulihat jin Ifrit membuntuti aku dan mencari aku dengan membawa obor api, bila aku menoleh akupun melihat jin itu.”
Jika jin masih berupa api, tentunya ia tidak memerlukan obor lagi, sebab dirinya sendiri sudah bersinar. Jadi para ahli berpendapat bahwa keapian Jin sudah tertutup oleh tubuhnya yang tentunya telah memakan makanan. Apalagi jin itu juga memakan makanan sebagaimana manusia makan. Maka merekapun memiliki empat sifat sebagaimana manusia, yaitu: panas, dingin, kering dan basah). Melalui perkembang biakannya Jin menurunkan sifat keapian yang ada pada dirinya.
Abu bakar Al Qadli menyatakan:
“Sehubungan dengan asal jin dari api, kami tidak mengingkari bahwa Allah Ta’ala pun dapat memberinya sifat yang melebihi sifat api itu sendiri, sehingga dengan sifat itu mereka (jin-jin itu) mempunyai rupa, dan bentuk-bentuk yang bermacam-macam.”
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Jin itu diciptakan oleh Allah SWT berasal dari nyala api. Hal ini tidak diragukan lagi karena telah jelas termaktub dalam kitab suci Al-Qur’an.

Macam-Macam Jin

Dengan berdasarkan suatu Hadits Abul Qasim As Suhaili menyatakan bahwa ada tiga jenis jin, yaitu:
-Golongan yang seperti ular.
-Golongan yang seperti anjing hitam.
-Golongan yang seperti angin yang terbang (hafalah) dan punya sayap.
Adapun Jin yang tidak makan serta tidak minum, maka itulah jenis Jin yang seperti angin terbang.
Dalam kitab ‘Makayidus Syaithan’ Ibnu Abi Dunya meriwayatkan sebuah sabda Rasulullah:
“Allah SWT menciptakan Jin menjadi tiga kelompok besar, yaitu:
a. Berbentuk ular, kala dan hewan yang merayap di tanah.
b. Seperti angin yang terbang di udara.
c. Yang akan mendapat hisab (perhitungan amal baik dan jelek) dan siksa dari Allah SWT.”
Jadi ada juga golongan jin yg mendapat tugas untuk beribadah kepada Allah selama Hidupnya sebagaimana pada Manusia. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam Al-Qur’an Surat Adz Dzariyat ayat 56:
“Dan tidaklah Aku ciptakan Jin dan Manusia kecuali untuk menyembah-Ku.”
Imam Zamakhsyari pernah pula menjelaskan bahwa ada satu golongan lagi yang belum disebutkan di atas, yaitu Jin yang berbentuk setengah manusia. Jin ini menurutnya bernama Syiq. Ia sering mengganggu orang-orang yang bepergian sendirian, dan bahkan kadang kala membunuhnya.
Kira-kira Jin jenis Syiq inilah yang di kalangan bangsa kita dikenal dengan Istilah Hantu atau siluman.
Yang jelas Jin merupakan jenis mahluk Allah yang memiliki jisim halus sehingga tidak dapat ditangkap oleh panca indera manusia, kecuali mata manusia sudah sedemikian kuatnya (diberi kekuatan oleh Allah).
Dalam Surat Al A’Raaf ayat 27 Allah berfirman:
“Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dari satu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka.”
Para ulama menjelaskan bahwa kehalusan jasad jin itulah yang menyebabkan ia tidak terlihat, maka jika Allah SWT memperkuat sinar pandangan mata kita, maka kitapun dapat melihat jin. Oleh karena itu tak heran jika pada saat-saat tertentu seseorang dapat melihat jin, baik melalui latihan-latihan yang disengaja maupun secara kebetulan


Anjing Yang Termasuk Golongan Jin
Sebagian pembaca mungkin heran dengan judul di atas, namu begitulah kenyataannya berdasarkan beberapa riwayat yang dapat dipercaya diungkapkan bahwa ada anjing yang sbenarnya adalah golongan Jin.Shabat Ibnu Abbas ra pernah berpidato di atas mimbar kota Bashrah. Dalam pidato itu ia ada menyinggung tentang jin. Ia mengungkapkan:
“Bahwa ada beberapa anjing yang termasuk dalam golongan jin, yaitu jin yang lemah. Barang siapa makanannya didatangi anjing, maka lebih baik diberikan saja kepada anjing itu. Atau anjing itu disuruh mundur.”
Dari pidato tersebut belum dijelaskan jenis anjing yang bagaimana yang termasuk dalam golongan jin. anmun disitu telah disebutkan bahwa jin yang berbentuk anjing adalah jenis jin yang lemah.
Menurut riwayat yang disampaikan oleh Abi Qilabah dari rasulullah SAW, bahwasanya beliau bersabda:
“Andaikan anjing itu bukan termasuk umat Tuhan, pasti kuperintahkan untuk membunuhnya. Tapi aku khawatir umat Allah itu binasa. Oleh karena itu bunuhlah anjing yang hitam mulus.”
Dalam hadits tersebut juga ditulis bahwa anjing yang hitam mulus itu adalah jin anjing (fainnahu jinnuha).
Ada pula sebuah riwayat yang mengatakan bahwa:
“Lewatnya anjing hitam itu dapat memutus shalat.
Rasulullah SAW dimintai penjelasan tentang anjing yang merah dan yang putih, maka Rasulullah SAW ,menjawab: anjing hitam itu syetan.”
Alasan yang dikemukakan Rasul itu, seakan-akan beliau mengatakan bahwa anjing hitam adalah anjing syetan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa anjing hitam mulus itu adalah termasuk golongan jin yang lemah. Namun sampai saat ini hal tersebut masih menjadikan perdebatan para ahli. Ada yang menerjemahkan apa yang disabdakan Rasullullah Saw. Dan sebagian lainnya menganggap hal itu sebagai bahasa kiasan semata. Seumpama ada orang memaki dengan sebutan ‘Udin setan’ maksudnya tentu bukannya si Udin itu termasuk golongan syaithan, tapi kelakuan udinlah yang seperti setan.
Nah, kira-kira pendapat manakah yang benar? 
Wallahu A’alam...

Tempat Kotor didiami Jin

Ada baiknya kita mmperhatikan sebuah riwayat yg disampaikan oleh Zaid bin Arqom dari Rasulullah SAW:
“Bahwa WC itu tempat yang sering didatangi (oleh Jin) oleh karena itu bila kamu pergi ke WC, berdo’alah dengan do’a: Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari Syaithan laki-laki dan Syaithan perempuan (Syaitan=Jin jahat).”
Maka oleh sebab itu kita dilarang melakukan shalat ditempat-tempat yang kotor, meskipun di tempat kita berdiri untuk shalat itu telah dibersihkan.
Jin yang mendiami tempat-tempat kotor umunmya adalah Jin kafir yang suka mengganggu manusia, karena itu ada kemungkinan manusia yang diganggunya akan mengalami sakit.
Sedangkan Jin Muslim biasanya senang bertempat tinggal terutama di atap rumah keluarga muslim yang shalih. dalam riwayat dari Yazid bin Jabir diceritakan:
Tidak ada suatu keluarga muslim, kecuali pada atap rumahnya pasti terdapat jin yang muslim pula. Bila keluarga muslim itu menyiapkan makan pagi, jin itupun turun dan ikut makan pagi bersama, dan bila mereka makan sore, jin itupun juga ikut makan sore bersama mereka. Dengan jin itu Allah SWT menjaga keluarga bersangkutan.
Nah, jadi selaku umat muslim yang benar-benar beriman kepada Allah, tidak semestinya kita memiliki ketakutan yang berlebihan kepada bangsa Jin. Sebab bangsa jin juga mahluk Tuhan yang bahkan disuruh sujud kepada Adam (manusia). Selain itu, tiap hari sebenarnya kita selalu disertai jin yang bermukim di rumah kita.
Manusia dikawal Jin

Banyak riwayat yang menerangkan bahwa setiap manusia pasti disertai paling tidak oleh seorang Jin.
Diantaranya adalah sebuah Hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad bin Hambal dari Ibnu Mas’ud bahwa Rasulullah SAW bersabda:
“Tak seorangpun dari kamu sekalian, melainkan bersamanya ada dua teman, satu dari Syaithan dan satunya dari Malaikat. Para shahabat bertanya: “Apakah ada juga syaithan dan malaikat yang menyertai engkau ya, Rasulullah?” Beliau menjawab: “Ya, hanya saja Allah selalu menolongku sehingga mereka tidak menyuruhku kecuali yang hak.”
Syaithan yang mengikuti Rasulullah diberitakan telah masuk Islam, hal iniberdasarkan sebuah riwayat yang bersumber dari Ibnu Umar ra bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda:
“Dua perkara yang menyebabkan aku diutamakan atas Adam as, yaitu:
a. Syaithan yang membuntuti aku kafir, kemudian Allah SWT menolongku atas Syaithan itu, hingga ia masuk Islam.
b. Istri-istriku selalu menolongku (untuk berbakti kepada Allah SWT) Sedangkan Syaithan Adam itu kafir dan selalu kafir, istri Adampun menolongnya untuk melakukan kesalahan kepada Allah SWT.”
Di hadits lain yang diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud Rasulullah SAW bersabda:
“Tak ada seorangpun dari kamu kecuali ada jin yang diserahi untuk menyertainya”. Ditanyakan kepada Rasul: “Apakah engkau juga wahai Rasul?” Beliau bersabda: “Ya, tapi Allah SWT menolongku, sehingga ia masuk Islam dan hanya menyuruhku untuk berbuat baik.”
Jadi jelaslah bahwa sejak kita dilahirkan kita sudah disertai seorang jin dan seorang malaikat. Kalu begitu tidak ada alasan kita takut kepada hantu, pocong dan lain sebagainya yang pada hakikatnya semua itu hanyalah jin. Toh setiap hari kita senantiasa bergaul dengan mahluk ghaib meskipun kadang tidak disadari. 
(disadur secara bebas dari Kitab Keajaiban JIN)

0 komentar:

Posting Komentar